Jumat, 16 Mei 2014

Attitude

G menyodok saya, "Coba kamu liat anak model sama anak padsu. Bueda."

Saya menoleh cepat, langsung tertarik dengan subjek kepribadian ini. Memang paling menyenangkan mengamati orang dengan warna-warnanya. Kadang kagum, kadang cemburu, kadang ngetawain aja. Tapi sisanya, menarik saja buat dilakukan. Disimpan di otak. Saya tidak tahu apakah harus menghindari stereotip, apalagi di negeri penuh kemajemukan ini. Lha wong individu saja kompleksnya sudah bukan main. Tapi memberi garis batas yang jelas pada warna-warna pelangi, berdiam di satu warna, lalu menyelam ke warna yang lain adalah rekreasi mewah. Dunia baru.

Kamu tidak harus menyukainya, cukup menaruh respek.

Kembali ke tribun tempat duduk anak-anak paduan suara di satu sisi, dan para model di sisi lainnya. Usia mereka kurang lebih sama, lingkungan sekolah mereka juga sama. Tetapi yang mencolok adalah, anak-anak model duduk dengan rasa percaya diri terpancar jelas. Entah aura dari mana. Bahasa tubuh mereka santai dengan tangan di lengan kursi, kaki bersilang, dan senyum. Kepercayaan diri mereka diletakkan di atas sepatu tumit tinggi, celana skinny. Belum apa-apa mereka sudah menang. Vini, vidi, vici. Dan penonton mendukung itu: mereka masih di backstage saja yang nonton sudah deg-degan. Mereka komunal, tetapi kelihatan individualistis. Mereka berteman di belakang panggung, tetapi mengutamakan profesionalisme di atasnya.

Anak paduan suara lebih merenung, lebih berpikir. Posisi mereka seperti patung Si Pemikir karya Rodin, kaki membuka untuk tempat bertumpu lengan dan tangan menangkup di bawah dagu. Mereka lebih tegang, berusaha mengantisipasi keadaan, tetapi mereka menyimpan kemenangan untuk belakangan, setelah mereka membuka suara. Mereka perlu membuka suara dulu untuk membuktikan. Dengan sentuhan rasa kerja keras dan gandengan tangan yang diperlukan. We did it, bukan I did it.

Sukses untuk kedua kelompok. Betapapun berbedanya kalian, dua-duanya menyiram saya dengan warna baru.

9 komentar: